Institut Teknologi Kalimantan (ITK) kembali mencatatkan prestasi membanggakan pada Wisuda ke-18 yang digelar pada Minggu, 11 Mei 2025, di Auditorium Laboratorium Terpadu ITK. Sosok yang menjadi sorotan kali ini adalah Dimas Pramudya, mahasiswa Program Studi Informatika dari Fakultas Sains dan Teknologi Informasi, yang sukses menyandang predikat wisudawan dengan IPK tertinggi tingkat Fakultas dan Institut, yakni 3,83. Namun, siapa sangka, di balik angka itu tersimpan kisah perjuangan yang penuh keraguan, ketekunan, dan semangat yang menular.
“Rasanya bangga dan lega. Jujur, saya sempat gak yakin bisa selesai tepat waktu, bahkan kepikiran mundur seminar ke semester depan. Tapi ternyata saya bisa juga sampai titik ini.” — Dimas Pramudya
Dimas mengawali perjalanannya sebagai mahasiswa biasa, menjalani rutinitas kuliah–pulang tanpa ekspektasi lebih. Tapi perlahan, ia mulai menemukan ritmenya: mengikuti lomba, terlibat dalam proyek dosen, hingga menjalani magang. Semua itu menjadi potongan cerita yang menempanya hingga kini berdiri di podium kehormatan, bukan hanya sebagai lulusan, tapi sebagai inspirasi.
Dari Rasa Bersalah Jadi Pemacu Semangat
Salah satu sumber kekuatan terbesar Dimas datang dari keluarganya. Ia mengaku pernah merasa menjadi beban karena sering meminta bantuan ini-itu. Namun, ucapan orang tua yang begitu tulus justru menjadi bahan bakar terkuatnya.
“Kata mereka, gak apa-apa, karena orang tua memang harus begitu ke anaknya. Mereka gak mau liat anaknya terkendala. Dari situ saya janji, saya gak mau terus-terusan buat orang tua saya repot.” — Dimas
Kalimat sederhana, tapi penuh makna, yang kemudian menjelma menjadi prinsip hidup: untuk terus berjuang, bukan hanya demi gelar, tapi juga demi membalas kasih tanpa syarat dari orang tua.
Skripsi Tak Lagi Menakutkan, Asal…
Saat ditanya tentang tips menyelesaikan tugas akhir, Dimas menjawab dengan jujur dan realistis. Menurutnya, kunci utamanya adalah mencicil sejak awal dan mengolah topik yang sudah dikenal. Ia bahkan mengembangkan skripsinya dari hasil lomba yang pernah diikuti saat semester enam.
“Yang paling susah itu bukan ngerjainnya, tapi niatnya. Tapi akhirnya saya terselamatkan oleh dukungan teman-teman dan dosen. Mereka bilang masih ada waktu. Dan ternyata memang masih bisa.” — Dimas
Ia menyarankan mahasiswa lain untuk aktif mencari topik sejak awal dan tidak ragu mengikuti kompetisi. Sebab dari situlah peluang besar bisa muncul, bahkan bisa mempermudah perjalanan akademik.
Di Balik Layar: Programmer, Penyanyi Kamar, dan Si Penyendiri yang Bahagia
Meski sibuk sebagai mahasiswa, Dimas tidak melepas produktivitasnya. Ia menjalani pekerjaan freelance sebagai developer aplikasi dan bekerja sebagai Software Programmer di Balikpapan selama menyusun tugas akhirnya. Tantangan manajemen waktu jelas menjadi musuh utama, tapi semua bisa dilewati dengan komitmen.
“Kalau hobi, tiap hari pasti dengerin musik dan nyanyi walau suara jelek. Kadang main badminton sama teman prodi. Tapi paling sering saya habiskan waktu sendiri, karena ketemu orang banyak itu melelahkan.” — Dimas
Di balik gelar dan IPK tinggi, Dimas adalah gambaran nyata bahwa menjadi luar biasa tidak selalu berarti harus jadi sempurna. Ia manusia biasa yang punya keraguan, rasa lelah, dan hari-hari ingin menyerah. Tapi ia memilih untuk tetap melangkah, meski pelan, asal tetap maju.
Selamat!
Cerita Dimas adalah pengingat bahwa setiap proses punya waktunya sendiri, dan setiap pencapaian berawal dari keberanian untuk mencoba. Untuk semua mahasiswa yang sedang berjuang, kisah ini adalah bukti bahwa tidak ada usaha yang sia-sia, selama masih ada semangat untuk bertahan dan hati yang tulus untuk terus belajar.
“Terima kasih untuk semua yang sudah jadi bagian dari perjalanan saya. I love you all.” — Dimas Pramudya
Leave a Reply